Kebijakan Ekonomi Makro Kebijakan Ekonomi Makro

Kebijakan Ekonomi Makro

Kebijakan ekonomi makro adalah serangkaian langkah atau tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan perekonomian suatu negara secara keseluruhan. Tujuan dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil, mengendalikan inflasi, mengurangi pengangguran, dan menciptakan kestabilan dalam sistem keuangan negara

1. Tujuan-Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro

Adanya kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada perekonomian suatu negara pastinya karena adanya tujuan-tujuan yang akan dicapai. Berikut adalah tujuan-tujuan tersebut.

1. Menstabilkan kegiatan ekonomi/price level stability.

Kestabilan perekonomian yang dicapai dapat berupa kestabilan tingkat pendapatan, kestabilan tingkat kesempatan kerja, dan kestabilan tingkat harga barang yang berlaku di pasar.

2. Peningkatan Kesempatan Kerja (employment)

Artinya suatu kegiatan perekonomian diusahakan untuk dapat menciptakan kesempatan kerja yang tinggi dan harus dijaga supaya tidak timbul pengangguran, karena pengangguran tidak diinginkan oleh suatu negara atau masyarakat.

3. Peningkatan Kapasitas Produksi Nasional

Kapasitas produksi nasional merupakan kemampuan suatu negara dalam meningkatkan produksi nasional yang nantinya akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi suatu negara.

4. Tingkat Pendapatan Nasional

Tingkat pendapatan nasional yang tinggi mencerminkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian mengalami peningkatan, yang akhirnya akan dapat meningkatkan kemakmuran dan pendapatan per kapita suatu negara.

5. Neraca Pembayaran Luar Negeri

Artinya pemerintah mengusahakan neraca pembayaran internasional agar tidak mengalami defisit, dan berusaha meningkatkan kegiatan ekspor sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

6. Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara otomatis meningkatkan pendapatan nasional suatu negara. Dengan demikian, kegiatan perekonomian juga akan meningkat dalam jangka panjang.

7. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan yang lebih merata pada umumnya dianggap sama dengan distribusi pendapatan yang adil.

Baca Juga :   Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank

Pemerataan pendapatan merupakan suatu hal yang sangat diinginkan oleh suatu negara, sehingga secara makro kemakmuran masyarakat akan dapat tercapai.

8. Pengendalian Tingkat Inflasi

Kenaikan harga yang berlaku ditekan seminimal mungkin dimaksudkan agar masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan ekonominya.

2. Bentuk-Bentuk Kebijakan Ekonomi Makro

Ada beberapa bentuk kebijakan ekonomi makro yang biasa digunakan oleh pemerintah. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian.

Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi Pajak dan Subsidi.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.

Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran/Politik Anggaran:

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran.

Prosesnya adalah;

  1. Pengurangan pajak penghasilan → akan menambah daya beli masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.
  2. Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi.
  3. Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full employment, langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi.
  4. Langkah ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan Inflasi.

2. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk Menambah atau Mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

  1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
  2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). 
Baca Juga :   Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Menurut W.W. Rostow

Instrumen Kebijakan Moneter

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah.

Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.

Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.

Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku ekonomi.

Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

3. Tolak Ukur Stabilitas Moneter

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak.

Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah:

1. Jumlah Uang Beredar (JUB)

Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari keempat indikator tersebut.

2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali

Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan.

Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri. 

Baca Juga :   Pengertian dan Kegunaan Statistik

3. Suku bunga pada tingkat yang wajar

Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi pengembangan usahanya.

Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat tersebut akan disalurkan? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya diperoleh. 

4. Nilai tukar rupiah yang realistis

Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat.

Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya.

5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter

Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar.

Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan diekspor.

Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.

4. Strategi Kebijakan Moneter

Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas, pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum, strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :

1. Startegi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy).

Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik.

2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary Policy Countercyclical Monetary Policy

Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang, yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian menghadapi masa resesi dan melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu cepat. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar berikut

3. Accomodatice Monetery Policy

Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya pemerintah menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan pada pemikiran:

  1. Ekspektasi masyarakat dapat mengalahkan dampak dari variabel-variabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah mengantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh masyarakat.
  2. Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru ketika perekonomian telah mencapai tahap boom.

5. Efektifitas Kebijakan Moneter

Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti : 

  1. Dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
  2. Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
  3. Dapat meningkatkan kesempatan kerja
  4. Dapat meningkatkan penerimaan devisa negara
  5. Serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya.

Kesimpulan:

Kebijakan ekonomi makro adalah instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan perekonomian suatu negara.

Kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan perdagangan, kebijakan investasi, kebijakan ketenagakerjaan, dan kebijakan pembangunan infrastruktur adalah beberapa contoh kebijakan ekonomi makro yang umum diterapkan. Dengan menerapkan kebijakan yang tepat, diharapkan perekonomian suatu negara dapat tumbuh secara stabil dan berkelanjutan.

  1. Ilmu ekonomi makro mempelajari variabel-variabel ekonomi secara agregat (keseluruhan), seperti: pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional, sedangkan ilmu ekonomi mikro mempelajari variabel-variabel ekonomi dalam lingkup kecil misalnya perusahaan, rumah tangga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *